"Enjoy Your Life Aja Dehh..." Part. 23
“Diaspora Drama? Aahh Entahlah.. Sungguh Luar Binasa”
“Jika satu hal kebaikan bagi kemanusiaan masih kurang, tidakkah yang
kurang itu –
Kemanusiaan itu sendiri?”
Oleh Aris Rasyid Setiadi
Sebuah naskah biasa tanpa makna berguna, namun menjadi cerita suka duka..
Cerita sebelumnya part. 1: “Menjalani Dengan atau Tanpa Senyuman? Aahh
Entahlah.. Oke Lupakan Saja”
Cerita sebelumnya part. 2: “Ketika Kita Terjatuh? Aahh Entahlah.. Oke
Lupakan Saja”
Cerita sebelumnya part. 3: “Hari Ini Cukup Baperan? Aahh Entahlah.. Oke
Lupakan Saja”
Cerita sebelumnya part. 4: “Pagi Malu Tuk Menampakkan? Aahh Entahlah.. Oke
Lupakan Saja”
Cerita sebelumnya part. 5: “Terburuk di Saat Terpuruk? Aahh Entahlah.. Oke
Lupakan Saja”
Cerita sebelumnya part. 6: “Sisi Penerimaan tak Berada? Aahh Entahlah.. Oke
Lupakan Saja”
Cerita sebelumnya part. 7: “Awal Narasi 'Kado' Tuhan? Aahh Entahlah.. Oke
Lupakan Saja”
Cerita sebelumnya part. 8: “Kau Terlalu Maha Santuy? Aahh Entahlah.. Oke
Lupakan Saja”
Cerita sebelumnya part. 9: “Ceritaku Tak Lagi
Menyapa? Aahh Entahlah.. Oke Lupakan Saja”
Cerita sebelumnya part. 10: “1642 Hariku Terjarah?
Aahh Entahlah.. Oke Lupakan Saja”
Cerita sebelumnya part. 11: “Pejuang
Ketidakpastian? Aahh Entahlah.. Oke Lupakan Saja”
Cerita sebelumnya part. 12: “Elegansi Diri? Aahh
Entahlah.. Oke Lupakan Saja”
Cerita sebelumnya part. 13: “Asertif Hanya Cara? Aahh Entahlah.. Oke Lupakan
Saja”
Cerita sebelumnya part. 14: “Tirani Mayoritanisme? Aahh Entahlah.. Oke
Lupakan Saja"
Cerita sebelumnya part. 15: “Aksa Simpul? Aahh Entahlah.. Oke Lupakan
Saja"
Cerita sebelumnya part. 16: “Nothing is Perfect? Aahh Entahlah.. Oke Lupakan
Saja”
Cerita sebelumnya part. 17: “A-Frame Manusia 3 in 1? Aahh Entahlah.. Oke
Lupakan Saja”
Cerita sebelumnya part. 18:“Menyoal Diri Yang Unik? Aahh Entahlah.. Oke
Lupakan Saja”
Cerita sebelumnya part. 19: “Jangan Hanya Mau Menang? Aahh Entahlah.. Oke
Lupakan Saja”
Cerita sebelumnya part. 20: “Legowo? Aah Entahlah.. Oke Lupakan Saja”
Cerita sebelumnya part. 21: “Melebur Dosa Kecil?
Aah Entahlah.. Oke Lupakan Saja”
Cerita
sebelumnya part. 22 : “Human Error? Aahh Entahlah.. Oke Lupakan Saja”
Edisi spesial slurr, mari santuy
dan jernihkan pikiran..
Selarut inikah aku mencari sedikit persamaan? Bahkan
kurela naik gerbang kos saat pulang untuk mengetahui hasilnya? Bagaimana cerita
suka-duka individu perlu dipahami secara bersama.
Standar dalam perpolitikan memang? takkan pernah sama, terlebih pada
bagaimana setiap kader yang menjadi politisi berada di kubangan aturan dan
kekuasaan. Akan menjadi ruwet ketika melihat standar dan kemampuan setiap kader
yang berbeda. Contohnya ada dua orang menilai sebuah makanan. Si A menanggap
standar makanannya adalah nasi dan ikan, sedangkan si B standar makannya adalah
nasi dan tempe. Hal tersebut dapat dipahami karena si A adalah seorang mandor
dan si B adalah seorang buruh sehingga kemampuan membeli makanan mereka berbeda.
Jadi? Terkadang jangan memaksakan dan menyamaratakan standar kita pada orang
lain sebab itu belum tentu cocok. Standar yang sesuai kemampuan adalah hal
penting yang harus dipertimbangkan.
Apa yang mendorong kita membangkitkan gairah
kita, manusia-manusia bijak, apakah kita sebut itu” kehendak kepada kebulatan?”
kehendak agar semua yang ada itu bisa dilogika: itulah yang aku sebut kehendak
lain. Belum paham? Ayolah ini hanya sedikit analogi filsafat dari Zarathustra.
Demikian kehendak kemauan luar. Ia harus menjadi
halus dan tunduk pada pikiran sebagai cermin dan pantulan dari pikiran. Itulah
keseluruhan dari kehendak kita, kita manusia-manusia paling bijak: ialah
kehendak untuk kuasa; dan itu tetap demikian bahkan bilamana kia berbicara
tentang baik dan jahat dan tentang penilaian atas nilai-nilai.
Yang tidak tahu, yaitu rakyat - mereka bagaikan
sungai yang diarungi perahu, dan dalam perahu itu duduk penilaian atau
nilai-nilai, baik yang serius maupun menyamar.
Dan kehidupan mengatakan sendiri mengenai rahasia
‘hal ini’, :Lihatlah”, katanya. “Aku
adalah yang harus mengatasi diri berulang-ulang.”
“Hanya di mana terdapat kehidupan, terdapat pula
kehendak: bukan kehendak untuk hidup, tetapi – kuajarkan kepadamu – kehendak untuk
kuasa!?
“Makhluk hidup menghargai banyak hal yang lebih
tinggi daripada kehidupan itu sendiri; namun dari penilaian ini sendiri berkata
– kehendak untuk kuasa!?”
Dan kita yang harus menjadi pencipta dalam
kebaikan dan kejahatan, sungguh, kita mula-mula harus menjadi penghancur bahkan
pelanggar nilai-nilai. Inilah kreatif kebaikan dari sang pencipta.
Marilah kita angkat suara, kita adalah sama-sama
manusia paling bijak, bahkan jika berbicara itu pun buruk. Tetapi diam mungkin
lebih buruk: semua kebenaran yang didiamkan akan menjadi beracun untuk
wadahnya.
Biarlah segala yang memungkinkan bisa pecah melawan
kebenaran-kebenaran kita bisa menjadi pecah. Karena masih banyak tatanan rumah
yang harus dibangun. Benar bukan?
Sedikit mengutip lirik lagu Dance Monkey: “They say, ‘Oh my God, I see the way you
shine.'” oleh Tones and I yang artinya "Mereka berkata’ Ya Tuhan, aku
melihat caramu bersinar.’" Pandanganku lirik ini bisa sedikit menggambarkan bagaimana
menyuguhkan cerita yang berbeda untuk kali ini.
Diaspora
drama sungguh wah!!
Akhir tulisan, penulis mengucapkan selamat dan
sukses selalu untuk yang terpilih semuanya, semoga bukan hanya menjadi amanah saja namun juga mampu mengajak kebenaran dan kebaikan yang mengenal nurani populer-populer itu.
Kini kebaikan sejati
lahir dari para pemimpin yang mencoba mau mengayomi sejuta elemen di dalamnya,
walau mungkin nanti belum termampukan sepenuhnya.
Salam hangat kawan, tetap bergandengan tangan.
Terima kasih banyak wejangannya dan semoga membelajarkan.
Mari suguhkan kopinya...
“Dan meski nilai-nilai tentang baik dan jahat akan terus berubah seiring
berjalannya peradaban, maka tetap berkehendaklah untuk buruk dan baik karena
itu akan menjadi nilai kebaikan suatu saat nanti.”
Komentar
Posting Komentar