"Enjoy Your Life Aja Dehh..." Part. 14
“Tirani Mayoritanisme? Aahh Entahlah.. Oke Lupakan Saja”
“Jika
satu hal kebaikan bagi kemanusiaan masih kurang, tidakkah yang kurang itu –
Kemanusiaan
itu sendiri?”
Oleh Aris Rasyid Setiadi
Cerita sebelumnya part. 2: “Ketika
Kita Terjatuh? Aahh Entahlah.. Oke Lupakan Saja”
Cerita sebelumnya part. 3: “Hari
Ini Cukup Baperan? Aahh Entahlah.. Oke Lupakan Saja”
Cerita sebelumnya part. 4: “Pagi
Malu Tuk Menampakkan? Aahh Entahlah.. Oke Lupakan Saja”
Cerita sebelumnya part. 5: “Terburuk
di Saat Terpuruk? Aahh Entahlah.. Oke Lupakan Saja”
Cerita sebelumnya part. 6: “Sisi
Penerimaan tak Berada? Aahh Entahlah.. Oke Lupakan Saja”
Cerita sebelumnya part. 7: “Awal
Narasi 'Kado' Tuhan? Aahh Entahlah.. Oke Lupakan Saja”
Cerita sebelumnya part. 8: “Kau
Terlalu Maha Santuy? Aahh Entahlah.. Oke Lupakan Saja”
Cerita sebelumnya part. 9: “Ceritaku Tak Lagi Menyapa? Aahh Entahlah.. Oke Lupakan Saja”
Cerita sebelumnya part. 10: “1642 Hariku Terjarah? Aahh Entahlah.. Oke Lupakan Saja”
Cerita sebelumnya part. 11: “Pejuang Ketidakpastian? Aahh Entahlah.. Oke Lupakan Saja”
Cerita sebelumnya part. 12: “Elegansi Diri? Aahh Entahlah.. Oke Lupakan Saja”
Cerita sebelumnya part. 13: “Asertif Hanya Cara? Aahh Entahlah.. Oke Lupakan Saja”
Problem terbesar relasi...?
Berkembangnya hidup melahirkan
kelompok mayoritas, dalam suprasistem itulah kelompok inilah bisa dengan
kekuatan massa dan posisi tawarnya akan melakukan tindakan pengucilan atau exclution terhadap kaum minoritas yang
mempunyai sistem kepercayaan yang tidak sepaham dengan pandangan arus utama
tadi.
Dampaknya terhadap demokrasi
kita sudah mengalami berkali-kali, akan menjadi hal buruk bagi yang namanya
relasi keberagaman dan dalam praktik demokrasi itu sendiri, yang katanya
musyawarah mufakat tersebut. Misalnya saja bisa saja dengan menggunakan
teks-teks atau aturan sosial, kelompok mayoritas tidak segan melakukan tindakan
represif terhadap kelompok minoritas tadi.
Mengaitkan dan mengatakan
menjadi seperti apa tindak lanjutnya?
Perlu ‘geleng-geleng’ atau
tetap bermain? Bermain (terus) itu pilihan individu-kolektif agar satu alur.
Perlu ‘geleng-geleng’ untuk wahana pembelajaran berkembang ke depan.
Pembelajaran hari ini adalah
bagaimana kita perlu belajar kembali untuk
memahami bagaimana sistem tirani mayoritanisme ini berada dan berjalan, aturan
main di ruang publik semakin terdengar, bahkan patologi sosial-keberagaman
menjadi terancam bubar, benar-benar bahaya bukan?
Pernah mendengar atau minimal mengetahui
bahwa setiap tanggal 16 November itu dunia memperingati Hari Toleransi
Internasional? Apa yang dituju? Yakni urgensi atau kepentingan mendasar
toleransi untuk terciptanya perdamaian dunia. Namun apakah berhasil di negeri
demokrasi ini? aku rasa kita bisa menilainya sendiri kawan.
Terlebih kini kita bisa melihat ketimpangan sosial
yang ada di berbagai lini sektor kehidupan semakin terjerat, ekonomi terkesan
kurang berkembang, bahkan di desa sendiri apakah ada perkembangan?
Koridor-koridor pelaksana
pendiri baru kini menjadi relevansi penyubur kebahagiaan. Berdamai antar sistem
memang aga susah. Terlebih ekspresi sosial yang homogen muncul dilatarbelakangi
oleh kesadaran komunal, fakta ini menjadi teori ‘baru’ bahwa sistem ini akan
bertahan jikalau tata kehidupan sosial-politik yang ada sampai kapanpun.
Wacana Kosmpolitan marilah
kita sukseskan, dengan konteks Indonesia yang multi keberagaman!!
“Kita perlu memahamkan spirit
keberagaman, bukan spirit kecemburuan.”
Komentar
Posting Komentar