"Enjoy Your Life Aja Dehh..." Part. 10
“1642 Hariku Terjarah? Aahh Entahlah..
Oke Lupakan Saja”
“Jika satu hal kebaikan bagi kemanusiaan
masih kurang, tidakkah yang kurang itu –
Kemanusiaan itu sendiri?”
Oleh
Aris Rasyid Setiadi
Cerita
sebelumnya part. 1: “Menjalani Dengan atau
Tanpa Senyuman? Aahh Entahlah.. Oke Lupakan Saja”
Cerita
sebelumnya part. 2: “Ketika Kita Terjatuh? Aahh Entahlah..
Oke Lupakan Saja”
Cerita
sebelumnya part. 3: “Hari Ini Cukup Baperan? Aahh Entahlah..
Oke Lupakan Saja”
Cerita
sebelumnya part. 4: “Pagi Malu Tuk Menampakkan? Aahh
Entahlah.. Oke Lupakan Saja”
Cerita
sebelumnya part. 5: “Terburuk di Saat Terpuruk? Aahh
Entahlah.. Oke Lupakan Saja”
Cerita
sebelumnya part. 6: “Sisi Penerimaan tak Berada? Aahh
Entahlah.. Oke Lupakan Saja”
Cerita
sebelumnya part. 7: “Awal Narasi 'Kado' Tuhan? Aahh
Entahlah.. Oke Lupakan Saja”
Cerita
sebelumnya part. 8: “Kau Terlalu Maha Santuy? Aahh Entahlah..
Oke Lupakan Saja”
Cerita sebelumnya part. 9: “Ceritaku Tak Lagi Menyapa? Aahh Entahlah.. Oke Lupakan Saja”
Trapped .. but there is no reason why you stopped walking
Pressure dalam pikiran yang begitu
mendalam, menjadi menyalahkan diri sendiri seolah salah secara hakiki. Itulah
yang aku atau kau dapatkan sehari dua hari ini?
Pernah
terpikirkan secara radikal akan hal di atas kawan? Sampai mengakar akan
analisa-analisa pertanyaan dan kemungkinan dari seribu permisalan. Hidup dalam
kehidupan tampak mati jika tak bernafaskan kekuatan. Perspektif negatif akan
selalu hadir bahkan dalam kehidupan yang dinilai bersahabat dengan kita. Nilai
kewajaran akan muncul, namun selamanya menjadi ‘keengganan’ tuk berjalan
sepaham.
Diaspora
kaum-kaum ‘wah’ semakin terasa dalam setiap aspek lini kehidupan, semakin
membuka akan adanya sistem sempurna dalam teori-teori beratus tahun lalu.
Manusia terstigma dalam hal yang sama, diidentikan dalam kontrol sosial yang
diarahkan sebuah kebenaran dalam narasi-narasi bak dari Tuhan.
Suprastruktur menghegemoni,
kebebasan kini seolah mati suri, bahkan mungkin tak pernah kembali, sampai
perwakilan Tuhan turun membenahi. Namun itulah.. akhir. Ya akhir dari
kehancuran.
Penaku berkata akan sebuah sejarah
opini nyata...
Kebohongan Pena
Ranting kehidupan mulai berguguran
Nampaklah ranggas kekuatan sang Tuhan
Daku memeluk diri, berdamai
ketakutan dalam senyuman
Menapak cerita tak kunjung usai
dalam tuk sebuah alasan
Terpola krisis moral dan prinsip
kelemahan
Bumi kini membungkuk pasrah bak daun
berjatuhan
Seolah memang menjemput takdir
kematian
Yakinkan tuan bersama Tuhan?
Purwokerto,
13 November 2019
Mental dan afeksi yang bermuka
baik seolah saling membersamai walau beda cerita diri. Mereka akan selalu
menjadi lumbung dasar yang tak pernah diperdengarkan oleh media-media diri.
Terdrama oleh pengarahan-pengarahan kaum kapitalis grade atas bahwa diri tak hidup lagi, hanya hidup dalam
ketidakhidupan itu sendiri. Baiknya bagi dia, manusia termakan akan hal itu,
palu hakim civitas seolah tak terdengar tuk keadilan, kepala wadah seolah tak
terdengar tuk kemajuan, tikus-tikus kota tak terdengar tuk kebaikan, dan kebaikan kini seolah hidup dalam kematian.
Pahamkan (lagi) dan dewasalah nak, kau perlu mendewasakan lagi ini
semua.
“’Diaspora nyata untuk cerita
yang menampar penindas”
Komentar
Posting Komentar