Kolom Esai: Pemberdayaan Masyarakat Sekunder

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERBASIS KARANG TARUNA DI ERA MILLENIAL SEBAGAI BENTUK HUMANITAS PERADABAN
Oleh :
Aris Rasyid Setiadi
Pimpinan Cabang IMM Banyumas
arisrasyidsetiadi@gmail.com

Era millenial erat kaitannya dengan masyarakat yang mempunyai rentang usia muda diantara 20–40 tahun yang mana menjadi masa sangat produktif bagi bangsa Indonesia ini jika dimaksimalkan dengan sebaik mungkin. Akrab terdengar bahwa istilah millennials diciptakan oleh dua pakar sejarah dan penulis Amerika, William Strauss dan Neil Howe dalam beberapa bukunya.
Sejak beberapa tahun lalu kita sering mendengar dan melihat bahwa generasi millenial yang akan menjadi tumpuan utama bagi bangsa Indonesia ini nantinya, atau penamaannya adalah generasi emas 2045. Generasi inilah yang akan menjadi pemimpin pada masa itu dan tentunya akan menjadi tugas berat yang harus diemban oleh kita sebagai generasi millenial agar mau dan mampu menyiapkan sebaik mungkin segala sesuatu untuk mencapai itu.
Dengan kondisi belakangan ini tentunya pemerintah Indonesia sendiri telah berusaha mewacanakan generasi millenial dengan pembekalan yang dipersiapkan dengan baik agar nantinya bangsa Indonesia dapat maju dengan para pemuda yang menjadi pemimpin dan sebagai warisan yang baik dari generasi ke generasi. Dibalik gencarnya pemerintahan sedang menggalakan persiapan ini-itu untuk generasi millenial, kita juga sebagai pemuda generasi millennial hendaknya harus sadar akan pentingnya belajar dan mempersiapkan sebaik mungkin untuk bekal menjadi pemimpin, mudahnya kesadaran akan diri sendiri sebagai makhluk sosial. Makluk sosial disini jangan hanya dimaknai secara umum saja tetapi juga harus mencoba bersentuhan dengan dunia kemanusiaan atau masalah-masalah kemanusiaan yang ada disekitar.
Contoh mudahnya adalah di desa kita sendiri, hanya ada sedikit atau beberapa saja di tiap kecamatan yang ada komunitas bernama Karang Taruna. Akan menjadi catatan positif jika hadir di setiap desa ada komunitas Karang Tarunanya sendiri-sendiri, namun sampai kini nampaknya hanya sebatas angan langit saja. Dalam prosesnya Karang Taruna dengan berbagai perkumpulan dan kegiatan yang sudah banyak dilakukan, namun kontribusi dalam perubahan sosial ekonomi masih dirasa kurang bagi masyarakatnya sendiri. Mungkin hanya kegiatan besar tahunan saja Karang Taruna bisa memberikan kontribusi secara maksimal bagi masyarakatnya, misalnya seperti saat Pilkades sampai Pilpres atau juga saat HUT desanya sendiri maka barulah para pemuda desa hadir dengan daya juang tinggi dan melakukan sebaik mungkin kegiatan yang ada, namun ketika melihat kegiatan sebelum atau sesudah itu komunitas ini cenderung lesu dan tak mampu unjuk gigi di depan masyarakat.
Bagaimana tidak begitu ketika melihat komunitas ini yang pada umumnya beranggotakan umur 20-40 tahun yang dengan itulah mayoritas melahirkan permasalahan bersifat dasar dalam prosesnya yang efeknya menjadi  tidak maksimal, dalam hal ini yang dimaksud adalah sistem organisasinya meliputi administrasi dan koordinasi antar lini yang belum baik bahkan cenderung terulang apa adanya dari tiap tahun.

Menyelami Karang Taruna Era Millenial
Pemberdayaan Sekunde dalam prosesnya menekankan masyarakat dengan mendorong kemampuan atau keberdayaan melalui dialog-dialog interaktif sesuai dengan kepentingan masyarakat. Dalam realitas sosial-kemasyarakatan salah satu tolak ukur kesejahteraannya adalah sumber daya manusia (SDM) unggul dan sejahtera, hal ini bisa didapat ketika kaum pemuda di masyarakat tadi mau dan mampu untuk memajukan desa terutama lewat wadah komunitas karang taruna, karena di dalamnya akan banyak diajarkan bagaimana berorganisasi sebagaimana mestinya dengan berbagai administrasi dan pola hubungan yang bisa dikatakan lebih teratur dan baik. Namun kembali mayoritas keadaan pemudanya bahkan hamper semuanya justru mengembara keluar kota untuk mencari kehidupan lebih baik lagi, entah dalam bentuk bekerja atau melanjutkan studi. Alhasil dengan kenyataan seperti itulah karang taruna dihidupi dengan orang yang sukarela dan apa adanya yang menghasilkan dampak kurang maksimal baik untuk karang taruna sendiri dan masyarakatnya.
Sebagai contoh integrasi antara kesiapan sebelum kegiatan adalah tentang keadministrasian. Ketika administrasi hanya dilakukan secara tak teratur maka itu hanya sebagai proses formalitas maka hal tersebut tidak akan menyentuh masalah sebagai pembelajaran dalam komunitas. Terlebih dalam koordinasi antar pihak baik internal atau eksternal komunitas karang taruna juga perlu diperhatikan secara lebih karena dalam prosesnya cenderung melupakan procedural dan kurang komunikasi sehingga mengakibatkan kendala dan acara menjadi kurang maksimal.
Dengan berbagai dinamika dan permasalahan yang terjadi dalam masyarakat, terutama dalam komunitas karang taruna inilah pemuda diharapkan mampu memperbaiki bahkan merekonstruksi hal-hal inti dalam organisasi. Dalam jiwa para pemuda inilah suatu wadah komunitas dapat diberdayakan dengan lebih baik. Pengalaman dan semangat inilah yang menjadi landasan inti bahwa dalam masyarakat perlu ada wadah yang sehat secara internal sehingga mampu membuat masyarakat luar terkena dampak positif dan mampu membawa masyarakat desa menjadi lebih sejahtera karena para pemudanya paham akan pentingnya karang taruna dalam membangun kemandirian seiring dinamisasi peradaban.

Esai ditulis sebagai persyaratan mengikuti Lokakarya Pemberdayaan oleh DPD IMM DIY 14-16 Februari 2020 dan diposting sebagai bentuk pemberdayaan bersama.
*Diolah dan diedit sedemikian rupa

Komentar

Postingan Populer