#MenolakLupa!! #JanganAmnesia!!! Wiji Thukul yang Menghilang tak Berjua




“Menolak Lupa! Penculikan Misterius Wiji Thukul”

Mengapa semua orang ingin mendebatku?
Apakah itu karena aku selalu benar?
– Jim Bounton
Oleh Aris Rasyid Setiadi



“Maka hanya ada satu kata: lawan!”
Itulah salah satu bait puisi perlawanan yang memiliki “sihir”, karya seorang budayawan sekaligus aktivis yang hingga kini tidak ditemukan keberadaannya. Wiji Thukul. Demikianlah nama yang tidak asing di telinga kita. Laki-laki kelahiran 23 Agustus 1963 itu hilang secara misterius. Banyak yang menduga ia diculik dan dibunuh.
Saat kerusuhan 1998 meletus, Wiji adalah salah satu aktivis yang lantang menyuarakan perubahan. Meskipun dikenal sebagai penulis puisi dan aktif di sebuah komunikasi seni, ia juga berada di tengah-tengah demonstran, bahkan di barisan depan dalam menentang ketidakadilan.
Krititisme Wiji dalam menentang pemerintah harus dibayar mahal. Sebab, tahun 1998, saat ototarianisme masih menguat, Wiji menjadi target buruan pemerintah, ia termasuk aktivis yang memanaskan telinga pemerintah. Ia bergabung dengan Partai Rakyat Demokratik (PRD) dan dikenal sebagai salah satu organisator demo buruh di Indonesia. Aparat keamanan selalu mengincarnya karena dianggap sebagai penantang.
Perlawanan Wiji, selain lewat demonstrasi dan puisi, sudah lama dikenal oleh pemerintah. Sebab, ia begitu aktif mengisi dan menghadiri acara-acara kesenian. Bahkan, ia pernah melanglang buana ke luar negeri. Wiji pernah diundang membaca puisi di kedutaan besar Jerman Jakarta oleh German Institut tahun 1989. Mengikuti 3rd Asia-Pacific Trainer’s Workhshop on Cultural Action di Korea Selatan pada tahun 1990. Selain itu, ia mendapatkan penghargaan di Belanda tahun 1991, yaitu Wertheim Encourage Award dari Wertheim Stiching bersama penyair senior WS. Rendra. Banyak sekali penghargaan yang ia dapatkan, baik di luar maupun di dalam negeri.
            Di tengah namanya yang terkenal, perlawanannya terhadap pemerintah (Orde Baru) juga tidak pudar. Wiji kerap menulis puisi-puisi yang bernada kritik dan ditujukan kepada pemerintahan yang otoriter. Bahkan, pada tahun 1994, Wiji bergabung dengan sekelompok petani di Ngawi, Jawa Timur. Saat ia, ia memimpin massa dan melakukan orasi. Tetapi, ia ditangkap serta dipukul oleh militer.
            Wiji memang selalu terlibat dalam banyak demonstrasi. Ia dikenal sebagai “sahabat rakyat jelata”. Ketika pemerintah bersikap sewenang-wenang, ia berada di garda depan dalam melakukan protes atau penentangan. Itulah sebabnya, ketika sosoknya hilang secara misterius, orang-orang kemudian percaya bahwa laki-laki yang berasal dari keluarga sederhana itu diculik dan dibunuh.
            Menurut penuturan keluarganya (istri), kontak terakhir Wiji dengan keluarganya ialah pada bulan Februari 1998. Dua bulan setelah itu, yakni bulan April, Wiji masih menggelar aksi di Tangerang. Namun, setelah itu kabarnya tak terdengar lagi. Dugaan bahwa ia diculik karena saat itu banyak aktivis yang dibungkam dan dibunuh secara diam-diam.
            Langkah hukum sudah ditempuh oleh keluarga Wiji Thukul, tapi hingga kini belum jelas. Sang istri yang bernama Sipon atau Dyah Sujirah, berkali-kali menuntut pertanggung jawaban negara dalam kasus yang menimpa suaminya itu. Sipon-sebagaimana istri almarhum Munir Suciwati-termasuk sosok perempuan yang konsisten mencari di mana dan bagaimana keadaan suaminya. Meski berpisah belasan tahun, Sipon tetap berpendirian kuat untuk tetap memperjuangkan keadilan. Terbitnya surat dari Komnas HAM tentang pernyataan dari negara bahwa Wiji Thukul masuk dalam daftar orang hilang, belum cukup untuk menghentikan langkah Sipon untuk berjuang menuntut keadilan.
            Dalam salah satu penuturannya, Sipon dengan emosi pernah mengatakan, “Maret banyak kenangan, Awal bertemu ya bulan Maret, pisah dan mulai hilang kontak ya bulan Maret. Jadi, terkadang saya suka malas, selama belasan tahun ada kebohongan publik,” katanya.
            Sipon menuding pemerintah tidak benar-benar memiliki inisiatif dan komitmen yang bisa dipertanggungjawabkan. Itulah sebabnya, ia mengatakan telah terjadi kebohongan puvlik. Ia yakin bahwa pemerintah dan pihak-pihak tertentu mengetahui keberadaan suaminya saat ini. Melalui organisasi Ikatan Keluarga Orang Hilang (Ikohi), Sipon selalu memperjuangkan 13 aktivis yang diculik pada masa 1996-1998. Perjuangannya sebagai aktivis tak lekang oleh waktu. Bahkan, ia pernah mendatangi gedung DPR. Bersama para anggota keluarga yang kehilangan anggota keluarganya Sipon mendatangi para wakil rakyat menuntut kejelasan keluarga mereka yang hilang.
            Bagaimana reaksi anggota dewan saat ditemui oleh Sipon? “Saya tanya satu per satu, tapi jawabnya... habis kata-kata, kelu lidah,” tuturnya.
            Sampai saat ini, misteri hilangnya Wiji Thukul memang terus dipertanyakan. Sementara pemerintah seolah diam dan tak benar-benar memberikan kepastian hukum kepada keluarga korban.
            Sebagimana dicatat oleh lembaga Kontras, Wiji Thukul termasuk aktivis-aktivis yang menjadi korban penculikan selama periode 1997/1998. Bersama Petrus Bima Anugrah, Herman Hendrawan, Suyat, Yani Afri, Sonny, Dedi Hamdun, Noval Al Katri, Isma’il, Ucok Siahan, Hendra Hambali, Yadin Muhidin, dan Abdul Nasser, Wiji diculik dan kabar atau jejaknya tidak jelas hingga saat ini.
            Pada tanggal 24 Maret 2000, Kontras menerima laporan dari keluarga Wiji Thukul terkait hilangnya penyair kritis asal Solo itu. Atas laporan itu, pada tanggal 3 April 2000, Kontras mengeluarkan siaran pers dengan nomor No: 7/SP-KONTRAS/II/2000 tentang “Hilangnya Wiji Thukul”.
            Ada beberapa poin yang disampaikan oleh Kontras dalam siaran pers itu, adalah sebagai berikut:
1.      Bahwa hilangnya Wiji Thukul tidak terlepas dari aktivitas-aktivitas politik yang selama ini dijalaninya. Dengan melihat proses hilangnya Wiji Thukul bersamaan dengan penghilangan secara paksa aktivis-aktivis selama masa menjelang jatuhnya Soeharto.
2.      Bahwa pemerintah adalah pihak yang paling bertanggung jawab untuk mengungkapkan motif hilangnya Wiji Thukul pada khususnya, serta mencegah adanya penghilangan secara paksa terhadap warga negara pada umumnya.
3.      Menghimbau kepada masyarakat yang mengetahui keberadaan/pernah melihat korban untuk memberikan informasi. Informasi tersebut dapat disampaikan langsung ke Kontras.
4.      Sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban dari pemerintah, kami mendesak kepada pihak kepolisian untuk segera melakukan pencarian terhadap Sdr. Wiji Thukul.

Itulah pernyataan yang dikeluarkan oleh Kontras. Namun, sampai saat ini, kita masih menunggu dan terus akan menunggu bentuk pertanggunjawaban dari pemerintah. Penghilangan sejumlah aktivis, termasuk Wiji Thukul, sebagaimana ditulis kata pengantar buku karya Wiji Thukul, merupakan kejahatan yang berat dan mendasar dari berbagai pelanggaran HAM. Penghilangan orang itu termasuk bagian dari crimes againts humanity, yaitu suatu kejahatan yang dilakukan secara sistematik oleh negara dengan berbagai motif politik anti-demokrasi.
Jika pemerintah masih ambigu dan terkesan tidak memiliki komitmen dalam menuntaskan masalah itu, maka tetap saja pemerintah telah melakukan ototarianisme dan pembungkaman atas nama subversif dan menggangu keamanan, sebagaimana tampak dalam puisi yang digubah Wiji Thukul.
Jika rakyat pergi
Ketika penguasa pidato
Kita harus hati-hati
Barangkali mereka putus asa

Kalau rakyat bersembunyi
Dan berbisik-bisik
Ketika membicarakan masalahnya
sendiri. Penguasa harus waspada
Dan belajar mendengar

Bila rakyat berani mengeluh
Itu artinya sudah gawat
Dan bila omongan penguasa
Tidak boleh dibantah
Kebenaran pasti terancam

Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik
Dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif
Dan menggangu keamanan
Maka hanya ada satu kata: lawan!

Barangkali, hanya dengan membaca bait-bait puisi Wiji Thukul tersebut, kita menemukan kebebasan, kedamaian, ketenangan daripada sebatas menunggu harapan kepastian yang belum terpastikan.
            Teruslah peringati, teruslah napak tilas, teruslah desak sampai dunia sadar bahwa hal ini memang perlu diselesaikan, terutama pihak keluarga yang ditinggalkan, keadilan yang ditegakkan dan kemanusiaan yang ditinggikan!!! Hidup Mahasiswa!! #Menolak Lupa #Jangan Amnesia!!!

“Pesulap dan politikus punya satu persamaan yaitu mereka harus pandai mengalihkan perhatian publik dari apa yang sebenarnya sedang mereka lakukan.”
-          Ben Okri


Komentar

Postingan Populer