#MenolakLupa!! #JanganAmnesia!!! Abepura, Bumi Papua (yang) Kembali Terluka
“Menolak Lupa! Peristiwa Abepura, Bumi Papua (yang) Kembali
Terluka”
“Dunia adalah milik
mereka yang menaklukannya dengan bersenjatakan ego diri
dan selera humor baik tragedi.”
Oleh Aris Rasyid Setiadi
Kalau ada yang menyebut tanah Papua
sangat akrab dengan kekerasan kemanusiaan, benar bukan? kalau ada yang menyebut
aparat keamanan di sana sewenang-wenang terhadap warga, itu juga tidak salah.
Sudah banyak fakta kekerasan dan hingga saat ini proses hukumnya masih tidak
jelas. Atau hanya aku saja yang buta sejarah?
Salah satu peristiwa kekerasan itu
adalah peristiwa Abepura, mungkin sebagian pembaca masih belum terlalu akrab
dengan kota Abepura atau peristiwa Abepura yang akan diceritakan penulis.
Peristiwa ini bermula tanggal 7 Desember 2000 silam, dimana berawal dari
penyerangan Polsek Abepura oleh sekelompok tak dikenal dan kebakaran ruko yang
terletak di lingkaran Abepura pada pukul 2 pagi waktu Papua.
Sebagaimana dilaporkan oleh Kontras,
penyerangan tersebut menggunakan
atribut-atribut yang menjadi ciri khas masyarakat pegunungan tengah Papua dan
melegitimasi tindakan brutal dan tidak berperikemanusiaan aparat terhadap
penduduk sipil. Akibat penyerangan tersebut, seorang polisi dibunuh dan 2
lainnya luka-luka. Sebagaimana yang terjadi dalam peristiwa lainnya, dalam
rangka mengejar pelaku penyerangan, aparat satuan brimob melakukan penyisiran
brutal ke beberapa asrama mahasiswa (Nimmin, Ikatan Mahasiswa Ilaga, Yapen
Waropen, dan Pemukiman masyarakat pegunungan tengah Papua antara lain; Kampung
Buton Skylend, Jalan Baru Kotaraja, dan Abepantai).
Dalam aksi penyisiran itu, tindakan
aparat benar-benar dipertanyakan. Kekerasan dipentaskan sehingga korban
berjatuhan. Lembaga Kontras menyebut aksi penyisiran itu tanpa melalui prosedur
hukum. Saat itu, brimob langsung mengadakan penyisiran, penangkapan
sewenang-wenang, penyiksaan, pembunuhan kilat, penahanan tanpa melalui prosedur
hukum, dan kematian dalam tahanan. Tidak bisa dibantah lagi tindakan aparat
tersebut menimbulkan korban sebanyak 105 orang.
Siapa yang ingin membela bahwa aparat
kepolisian dalam peristiwa Abepura itu, tidak melanggar HAM? Kita semua pasti
sepakat bahwa aparat kepolisian yang mestinya menjadi pelindung dan pengayom
rakyat justru melakukan pelanggaran kemanusiaan yang memilukan.
Berdasarkan penyelidikan KPP HAM Papua,
kasus Abepura itu jelas dalam masuk kategori ‘pelanggaran HAM berat’. Namun, di
meja hukum, kasus itu terkatung-katung. Sebagaimana kasus pelanggaran HAM
lainnya, banyak pihak yang mempertanyakan komitmen pemerintah dalam
menyelesaikan kasus itu. Terkatung-katungnya proses hukum kasus kekerasan itu
membuat sejumlah tokoh dan aktivis, terutama di Papua geram.
Ada yang menyebut bahwa proses pengadilan
kasus pelanggaran HAM Abepura hanyalah sandiwara politik hukum kita. Dari
proses hukum yang telah berlangsung, ada indikasi stigmastiasai terhadap
masyarakat tertentu untuk melegalkan kekerasan aparat negara terhadap warga
sipil. Kemudian, indikasi kedua adalah bahwa kasus Abepura yang dimulai dengan
proses penyerangan terhadap polsek Abepura sebenarnya adalah sandiwara aparat
keamanan yang mengarah pada bisnis militer dengan tujuan memperbesar kucuran
dana operasional aparat keamanan.
Memang, itulah yang terjadi setelah
peristiwa Abepura, ketidakjelasan proses hukum Abepura ini semakin membuat
catatan kelam Papua ketika berhubungan dengan masalah kekerasan. Sudah tidak
terhitung lagi aksi kekerasan yang melibatkan aparat keamanan yang sampai saat
ini tidak ditindak. Papua seolah didiskriminasi?
Atas dasar itulah, tidak heran jika Dewan
Hak Asasi Manusia PBB pernah mengkaji pelaksanaan hak asasi manusia di
Indonesia, terutama mempertanyakan apa yang terjadi di Papua. Setidaknya, ada
lima negara yang menilai pelaku pelanggaran HAM tak kunjung terungkap di Papua.
Setidaknya, ada lima negara yang menilai pelaku pelanggaran HAM tak kunjung
terungkap di Papua adalah Inggris, Belanda, Kanada, Perancis dan Jerman.
Atas sejumlah kejadian pelanggaran HAM di
Papua, kelima negara itu pun memberikan empat rekomendasi untuk pemerintah
Indonesia.
1.
Mendesak
pemerintah Indonesia untuk melaksanakan dialog dengan perwakilan Papua.
2.
Mendesak
pemerintah Indonesia untuk melanjutkan reformasi sektor keamanan: TNI, Polisi
dan Intelijen.
3.
Mendesak
pemerintah Indonesia untuk melindungi para pembela HAM dan rakyat Papua dari
tindak kekerasan.
4.
Mendesak
pemerintah Indonesia untuk melibatkan partisipasi rakyat dalam pembangunan di
Papua.
Teruslah peringati, teruslah napak tilas, teruslah desak sampai dunia sadar
bahwa hal ini memang perlu diselesaikan, terutama pihak keluarga yang
ditinggalkan, keadilan yang ditegakkan dan kemanusiaan yang ditinggikan!!!
Hidup Mahasiswa!! #Menolak Lupa #Jangan Amnesia!!!
“Diberkati para generasi
muda, karena mereka yang akan mewarisi utang nasional kita.”
- Herbert
Hoover
Komentar
Posting Komentar