Diary Bercerita "Kaum Marjinal Papa"
"Bertahan Dikala Kepasrahan"
“Rumah Diaspora Para Filsuf Senja"
Oleh Aris Rasyid Setiadi
Pagi.. setelahnya senja dan akhirnya pagi lagi...
Ya.. dia yang murung, merenung, dia yang perutnya berdemo kruyuk-kruyuk, ditemani empat kantong kresek penuh makanan lalu. Ya anehnya dia tetap mencoba tetap makan-tidur dikala hari kian tak menentu, beribu kilometer dia lalui hanya demi bertahan hidup. Entah sampai kapan??
Dengan pakaian lusuh satu-satunya yang dimiliki dia tetap terus berjalan dikala terik, hujan badai, senja bahkan dini hari. Seolah tak sadar memang bahwa dia menjadi korban sistem kapitalis birokrasi, yaa mengenyam hak asasi yang mati suri.
Peluh kesah, resah menjadi sahabat cerita sisa hidupmu.
Peluh kesah, resah menjadi sahabat cerita sisa hidupmu.
Kini tak tahu mengapa aku kadang tak mau mengasihimu, bukan seperti itu namun karena ragu akan sistem yang membelenggu. Spiral negatif terus memberundungi hak-hakmu, bahkan undang-undang ketok palu kian memenjarakanmu. Sungguh lucu!!
Perkara mudah-mudah menjadi susah untuk membalikkan semuanya, kehidupan surga dikemas neraka, pantas saja aku begitu pesimis terhadap kebaikan moral dari kaum 'atas' terhadap kaum informal bahkan yang marjinal, sebab bukan tanpa alasan. Ibarat sisi koin lain kemarin berwajah sangat baik yang justru sebenarnya ambisius tak perlu.
Seringkali hadir kritisisme yang sejatinya sangat ambigu untuk dia yang bersantai kaku, butuh aksi nyata yang membantu. Mungkin sama seperti teologi Al-Maun tentang humanitas nyata? atau bahkan setelahnya melakukan teologi Al-'Ashr tentang kemandirian sosial. let's do it broo, lakukan dari hal terkecil yang kamu mampu!!
Selama masih ada kebaikan kecil walau wacana! Segera laksanakan hai adinda!!
Komentar
Posting Komentar