"Diary Senja & Hujan"
"Diary Senja & Hujan"
“Tiada yang menafikkan bahwa manusia suka bercerita dengan senja–hujan yang mampu mendamaikan sisi kehidupan"
"Sudah selesai ternyata, mari makan malam dulu aku sudah tahu kita sama-sama lapar. Kebetulan disamping masjid ada nasi goreng yang terkenal enak. Mari". Kataku sembari memasukkan kado ke saku jaket agar tak terlihat olehnya.
Sebelumnya kau harus tahu yang kutulis ialah apa yang pernah kutulis untuknya 3 tahun lalu yang ternyata masih disimpan sempurna olehmu, entah dengan maksud apa aku belum tahu. Kutulis ulang seperti ini "lalu semoga kau ditemukan dengan orang yang sudah muak berjuang dengan dirinya sendiri agar diakui dan bahkan aku masih berdiri tegap diatas egoku dengan bendera putih, yang siap ku kibarkan sewaktu-waktu ketika diperintahkan untuk mundur."
Masih ingat cerita ini minggu lalu? boleh kuteruskan bukan?? hanya untuk sekedar pembelajaran. Oke baiklah kita mulai dari bagaimana kau harus memahami pesan kata-kataku di atas.
Selepas makan nasi goreng di samping masjid atas usulan sahabat karib, kami memesan nasi goreng spesial dan ternyata memang enak, alhasil selepas makan maka otomatis menjadi salah satu daftar isi rujukan warung favorit kami. Setelah selesai, barulah melanjutkan perjalanan menuju sudut pulau yang tersembunyi yang kumaksud, sebuah tempat dimana Senjaku menghabiskan masa kecil-polosnya dahulu untuk menuju rumah sederhana yang kini menjadi kedua kami, rumah pelarian kami dan entahlah aku sendiri belum tahu maksudnya untuk apa. Hanya saja sang Senja memang merayu agar pergi kesana secepat mungkin dua hari belakangan ini. "Entahlah, mungkin hanya sekedar menenangkan diri atau mengenang masa polos-polosnya" pikirku.
Mobilpun melanjutkan perjalanan dengan pelan, ketika di kecamatan Jepara jalan pantura, dia minta izin untuk pamit tidur. Tentu kubolehkan mengapa tidak? lagian di sepanjang jalan sampai sana, kanan kiri jalan hanya hutan dan perumahan penduduk saja tak lebih. Dia memposisikan tidur dan kulihat begitu manis wajahnya walau kutahu dibaliknya memuat segudang permasalahan yang begitu kompleks, salah satunya permasalahan rumah tangga kami yang sekarang.
Jam di mobil berdetak kelap-kelip, tak terasa menunjukkan pukul 02.40 menandakan sekitar 2 jam lagi akan sampai, kucari masjid untuk persinggahan kedua, akhirnya kulihat ada masjid besar dan kuputuskan meminggirkan mobil untuk lantas kupakirkan di pinggir jalan.
Kulihat istriku dan inisiatif untuk kucubit pipi tembemnya, "hei sayang, bangun.. heii bangunlah. Ada yang merindukanmu." Setelahnya dengan sedikit wajah malas lelah dia mulai membuka mata lalu mengatakan "hmm, bukannya kamu sudah bosan rindu?" lantas kami tertawa bersama "hhe ayolah kita belum shalat dan mumpung belum jam subuh, seperti biasa dengan sunnahnya juga nanti". Senja tersenyum sembari membuka pintu mobil "Baiklah".
20 menit kemudian tepat jam 3 pagi kami melanjutkan perjalanan. Aneh sekaligus lucu bagiku karena dia begitu cerewet namun sangat membuatku nyaman dalam perjalanan. Obrolan-obrolan dengan tema semu sekalipun menjadi sangat menarik. Entahlah namun yang pasti dia begitu lihai mempermainkan kata-kata sehingga terasa begitu cepat untuk sampai. Begitu sampai di rumah 'pelarian' ini, sepakat untuk bergantianlah membersihkan diri dengan dilanjutkan shalat subuh. Setelahnya dia menanak nasi sekaligus menghidangkan sarapan. "Aah ibu dan istriku begitu hebat, malaikat-malaikatku". gumamku.
Dan seketika baru teringat bahwa hadiah yang kurencanakan semalam ternyata belumlah kuberikan. Baiknya saat sarapan kuberikan kepadanya. Pikirku
Saat sarapan berlangsung kurogoh saku kananku dan kukeluarkan kado dan tulisan. Dia terkejut dan reflek menghentikan makan sembari berkata "Apa ini mas? untukku? sebuah kado?" lantas kujawab "Ya, itu untukmu, sebuah kado dan tulisan sederhana tentang kita".
Perlahan dia membuka kado beserta tulisannya satu persatu. Aku dengan cermat memperhatikan jemarinya yang putih dan raut mukanya yang begitu manis yang tersirat memperlihatkan betapa bahagianya dia.
Selesai semua, entah kado atau untaian kata-kata ceritaku. Dia terharu dan tanpa kata-kata dia mencium keningku lantas berbisik "Terima kasih sayang, aku memilihmu karena aku tahu bagaimana kesungguhan dan perjuanganmu dulu, bahagiaku bahagiamu, 2 tahun yang sempurna, love you".
Kami saling berpelukan seakan inilah pesan Tuhan yang dimaksudku sebelumnya. Sebuah pesan bagaimana menyoal kita sebagai sepasang manusia yang saling mengucapkan kasih sayang dan membersamai dari permasalahan yang ada sampai bagaimana mampu melihat betapa berharganya hidup berdasar apa itu keikhlasan atas kebahagiaan sejati.
Komentar
Posting Komentar