"Kanal Progresif : Tasawuf"

 Tarikat, Hakikat dan Makrifat
“History Repeat Itself”


Pendidikan budi pekerti menerangkan apa yang seharusnya dan sebaiknya dilakukan oleh kita sebagai manusia terhadap sesama manusia. Kita sadar bahwa dengan menghormati orang tua, guru, dan raja berarti menghormati Tuhan serta mengakui keberadaan-Nya. Beberapa hal seperti Tarikat, Hakikat dan Makrifat perlu kita ketahui sebagai bentuk pemahaman akan budi pekerti, karena ketiga hal inilah yang menjadi jembatan atau bentuk kita dalam menemukan budi pekerti.

Tarikat, ini merupakan tahap yang lebih maju setapak. Dalam tahap ini segala tingkah laku pada tahap yang pertama lebih ditingkatkan dan diperdalam, yaitu dengan bertobat dan menyesali segala dosa, menjauhi larangan Tuhan dan menjalankan perintah-Nya, melakukan puasa yang diwajibkan, mengurangi makan, minum dan tidur. Kecuali sikap demikian itu disebutkan pula akan sabar dan tenang dalam segala tindakan, meninggalkan segala yang hal di dalamnya terdapat keraguan, dan tawakal atau berserah diri kepada keputusan serta ketetapan Tuhan.

Kedua hakikat, hakikat adalah tahap yang sempurna. Mudahnya kita lebih dari mampu mengenali diri kita dan sekitar. Pencapaian tahap ini diperoleh dengan mengenal Tuhan melalui pengetahuan yang sempurna dengan cara berdoa terus-menerus, menyebut nama Tuhan dan mencintai-Nya, mengenali Tuhan dan dirinya sendiri, acuh terhadap kesenangan dan kesusahan, karena senang-susah, kaya-miskin, nyaman-sakit, semuanya itu merupakan wujud Tuhan, yang berarti berasal dari Tuhan. Segala sesuatu milik Tuhan dan akan kembali kepada-Nya, kita sebagai manusia hanya mengakuinya. Intinya tahap keadaan mati dalam hidup dan hidup dalam mati. Yang mati adalah nafsunya.

Selanjutnya Makrifat, ini adalah tahap tertinggi atau terakhir. Yaitu tahap manusia telah menyatukan dirinya dengan Tuhanm tahap manusia telah mencapai “manunggaling Gusti”. Dalam tahap ini, jiwa manusia terpadu dengan jiwa semesta, tindakan manusia semata-mata menjadi laku. Pada tahap ini, manusia tidak akan diombang-ambingkan oleh suka-duka dunia, berseri bagaikan bulan purnama menyinari bumi, membuat dunia indah dan damai, menjadi ‘Wakil Tuhan’ di dunia dan menjalankan kewajiban-kewajiban-Nya, memberi inspirasi kepada manusia yang lain.

Para bijakus selalu mengatakan “belajarlah dari sejarah”. Karena bangsa yang melupakan sejarahnya adalah bangsa yang hilang dan rakyat yang tanpa masa lalu adalah rakyat yang tiada memiliki lagi jiwa semangat perjuangan. Belajar dari sejarah, bukan berarti untuk hidup di masa lalu, tetapi guna memetik hikmah. History repeats itself. Bila tidak belajar dari sejarah kita harus mengulangi ‘sejarah’, bahkan mungkin memulai lagi dari awal.

Dengan menghargai, menerapkan dan mengembangkan pencapaian sejarah dahulu, beserta nilai spiritualitas yang memuat ajaran moral dan akhlak yang tinggi maka kita akan merasa bangga dengan apa yang kita punya. Dan pada gilirannya nanti, kita akan melihat sejarah peradaban yang baru.

Dikutip dari buku Satu Abad Muhammadiyah, Tafsir Jawa Keteladanan KH Ahmad Dahlan; GRAy. Koes Moertiyah dan HM. Nasruddin Anshoriy Ch.


Komentar

Postingan Populer