"Kana Progresif : Ibn Miskawaih"

 “Kematian dari Pandangan Ibn Miskawaih”
“Maqalat fi al-Nafs wa al-‘Aql”
Oleh Aris Rasyid Setiadi

Dalam membicarakan berbagai penyakit jiwa, Ibn Miskawaih menyinggung masalah takut mati yang banyak dialami manusia pada umumnya. Menurutnya takut mati itu tidak dibenarkan, sebab bertentangan dengan nilai keutamaan. Takut mati itu terjadi karena adanya sebab-sebab sebagai berikut :

1. Tidak mengetahui hakikat kematian.

2. Tidak mengetahui kesudahan jiwa.

3. Tidak mengetahui kekekalan jiwa.

4. Mempunyai sangkaan bahwa kematian itu merupakan sakit yang amat berat, melebihi sakit yang mendahuluinya.

5. Adanya keyakinan bahwa setelah mati manusia akan mengalami siksaan atau hukuman.

6. Adanya kebingungan karena tidak tahu apa yang akan dialaminya setelah mati.

7. Karena adanya rasa berat untuk bercerai dengan yang disenanginya, yaitu keluarga, anak, harta benda, dan kenikmatan duniawi lainnya.

Lantas, agar manusia atau kita jangan sampai takut mati maka caranya dalah dengan mengatasi sebab-sebab diatas. Dalam hal ini, Ibn Miskawaih memberikan beberapa langkah untuk mengatasinya :

1. Orang harus mengetahui bahwa mati itu hakikatnya tidak lebih daripada jiwa yang menghentikan penggunaan alatnya, yaitu anggota-anggota yang secara keseluruhan disebut sebagai badan. Jiwa adalah substansi bukan jasmani, bukan aksidensi dan tidak mengalami rusak.

2. Orang harus mengetahui bahwa sebenarnya mati itu ada dua macam, yaitu mati iradi dan mati alami. Mati iradi adalah mematikan keinginan-keinginan (syahwat) dan meninggalkan usaha memenuhi tuntutan-tuntutannya, sedangkan mati alami adalah terpisahnya jiwa dari badan.

3. Orang harus megnetahui benar bahwa mati hanyalah peristiwa badaniah yang menjadi jalan pelepasan jiwa dan penghormatan bagi jiwa. Pelepasan itu bukan pelepasan kemusnahan, tetapi pelepasan kekekalan. Dengan demikian matinya badan berarti jiwa kembali ke tempatnya yang suci, bertemu dengan ruh-ruh lainnya.

4. Orang harus menyadari bahwa rasa sakit itu hanya berada pada orang hidup, dan orang hidup itulah yang menerima bekas jiwa yang ada padanya. Badan yang tidak bernyawa lagi tidak mempunyai rasa sakit dan tidak mempunyai rasa apapun.

5. Orang yang merasa takut mati akan tertimpa hukuman setelah mati harusnya menyadari bahwa yang ditakuti itu sebenarnya bukan matinya tetapi siksa yang mungkin diderita setelah mati.

6. Pengalaman manusia setelah mati patut ditakuti. Persiapan-persiapan untuk memperoleh kebahagiaan setelah mati dilakukan dengan jalan memberi makan kepada jiwa dan mengisinya dengan pengetahuan yang benar. Dengan dmikian orang akan mengetahui jalan mencapai kebahagiaan.

7. Orang tidak boleh kuatir akan berpisah denga keluarga, anak dan harta benda, sebab semuanya tidak akan kekal.


Berkaca dari hal-hal diatas sudah sepatutnya kita memahami bahwa hidup ini memang sementara, sering kita dengan bahwa hidup ini ibarat sekedar kita mampir warung untuk ngopi, waktu yang singkat namun sebagai bekal untuk mengenbara dalam perjalanan selanjutnya. Bekal-bekal tersebut adalah kebaikan yang ada pada 3 hal yang sering sekali kita gaung dan dengarkan disana-sini. Masih takut mati? Lantas apa gunanya tulisan di atas dan hidupmu keseluruhan jikalau bukan untuk sebuah hakikat kematian sejati ?


Diambil dari buku Filsafat Islam dengan pengarang Dr. Maftukhin, M.Ag dengan ditambahkan pendapat penulis pribadi.


Komentar

Postingan Populer