Kanal Progresif: Menyoal Emosi

“Filter Emosi?”
“Jika satu hal kebaikan bagi kemanusiaan masih kurang, tidakkah yang kurang itu –
Kemanusiaan itu sendiri?”
Oleh Aris Rasyid Setiadi


Tentunya hampir setiap orang memiliki filter emosi yang mencegahnya mendengar hal tertentu yang dikatakan orang lain. Pengalaman masa lalu kita, baik yang bersifat positif maupun negatif mewarnai cara pandang hidup dan membentuk ekspetasi kita. Setuju?
 Pengalaman yang sangat membekas, seperti trauma atau insiden masa kecil, biasanya membuat kita bereaksi keras setiap kali kita merasa berada dalam situasi yang sama. Seperti yang pernah dikatakan Mark Twain, “Seekor kucing yang pernah menduduki kompor panas tak akan lagi menduduki kompor panas. Ia juga tak menduduki kompor dingin. Sejak saat itu, kucing tersebut tak akan menduduki kompor apa pun.”
Cara menghadapinya? Maklumkan saja dulu, wong itu wajar atau normal kok, jikalau memang ingin tahu cara menghadapi seperti itu ya akan menjadi lebih baik kalau kita mau dan mampu membereskan masa lalu yang emosional yang membekas hingga kini, mungkin kita menyaring perkataan orang lain melalui pengalaman-pengalaman itu. Jika kita asyik berkutat dengan topik tertentu, jika subjek itu membuat kita membela diri atau sering memaksakan pendapat pada orang lain, bereskanlah masalah itu dulu. Setelahnya barulah kita mampu menjadi manusia yang baik. 
Kini kebaikan sejati lahir dari para pemimpin yang mencoba mau mengayomi sejuta elemen di dalamnya, walau mungkin nanti belum termampukan sepenuhnya.
Salam hangat kawan, tetap bergandengan tangan. Terima kasih banyak wejangannya dan semoga membelajarkan.
Mari suguhkan kopinya...
“Perlunya mendengar orang lain itu akan mendewawasanmu kelak, tentunya jika berani melawan ego kita dalam prosesnya.”

Komentar

Postingan Populer