"Enjoy Your Life Aja Dehh... Part. 74"
"Menyemai Rindu"
Manusia adalah guru itu sendiri
Cek satu dua cek cek ...
Terhitung mulai bulan-bulan ini, memulai menjadi pendidik atau yang biasa disebut guru adalah hal yang masih tak kusangka sampai sekarang. Karena sejak dulu aku adalah orang yang begitu susah untuk menentukan cita-cita, bahkan sampai detik akhir melepaskan toga sarjanaku Desember kemarin. Senin nanti barangkali Tuhan ingin menunjukkan bahwa memang aku dihadirkan ke dunia untuk menjadi seorang pendidik dengan kondisi sifat dan karakter yang berbeda 180` dari bagaimana arti guru yang digugu dan ditiru.
Sebelumnya, disatu waktu dengan bekal dan pengalaman setahun lebih yang kujalani sebagai guru ngaji sore di madrasah diniyah sedikit membuatku hidup. Walau belumlah sebaik dan seprofesional secara nyata, yang kutahu bertugas menjadi pendidik adalah hal yang tak mudah. Banyak yang mengatakannya dimulai dengan menghadapi anak-anak yang rewel maupun hiperaktif yang semakin hari semakin sulit untuk dibersamai, atau bagaimana kurikulum yang setiap periode seringkali berbeda dan tidak sedikit membuat bingung para guru dan terakhir, tentu gaji yang mungkin tak setara dengan apa yang telah diberikan selama ini.
Dengan hati yang telah terpecundangi beberapa bulan lalu lewat telepon, dengan hati yang patah-patahnya, dengan harapan serta mimpi yang pernah hidup. Kini bagiku jatuh cintalah sewajarnya, sisanya lihat bagaimana kode-kode alam bekerja. Haha ssttt sudah sudah, masa lalu memang aneh dan lucu. Dia memang menjanjikan yang manis sepertimu. Patahkan saja mimpinya, tak apa.
Biarlah mantan terus menjalani hidup, dia berhak memilih dengan siapa dia bahagia dan kelanjutan deritanya tanpaku sekaligus. Soal karma aku sama sekali tak punya k, biar Tuhan yang memainkan seni hidupnya.
. . .
Menjadi guru adalah pilihan paket spesial bagi mereka yang ingin ber ‘ikhlas beramal’, sepakat bukan? Sudah banyak contoh kasus guru diluar yang puluhan tahun mengabdi namun status dan kesejahteraannya tetap sama. Mereka berstatus honorer abadi dan dalam atap rumah yang sama. Dia pagi datang sore pulang, megerjakan tumpukan administrasi maupun soal dan hasil garapan anak-anak disertai menggendong anak bayinya. Sementara sarapan seringkali sudah terhidang di meja makan pukul 05.30 pagi.
Begitu syurga...
Terlepas dari itu semua, disisi lain pemerintah memang terus mengupayakan yang terbaik untuk kesejahteraan para pendidiknya, dengan sistem dan aturan yang selalu diperbaharui tiap waktu. Singkat pendapatku barangkali atas semua masalah yan ada mungkin bukan ada pada pemerintah dan kita sebagai lakon melainkan kepada kenyataan di lapangan yang seringkali berbeda sehingga program yang dijalankan seringkali tak maksimal. Mulai dari penyampaian informasi yang tak menyeluruh, ditambah dengan sedang waktunya peralihan generasi guru yang lebih muda dan itu menyulitkan prosesnya. Hal yang lebih amoralnya adalah ‘permainan’ oknum sehingga turut melanggengkan sifat keserakahan kapitalis.
Ditengah pilihan ribuan pekerjaan yang tak lagi mudah dan terus berkembang, memilih menjadi guru adalah pekerjaan yang harus kujalani, dan bertahan selama mungkin. Inilah janjiku sendiri. Sembari menjadikannya sebagai passion tentu pekerjaan atau hobi lain harus tetap kujalankan, biar tetap rileks dan bisa tetap ke dieng. haha
Bagiku menyandang gelar guru adalah tugas abadi, selalu dibutuhkan dari kelas kehidupan manapun. Guru tak pantas dijadikan profesi, dia melebihinya. Guru adalah orang-orang sufi yang mengajarkanmu harus hidup sebagaimana mestinya. Tak heran hari-harinya selalu penuh dengan sukacita meresahkan, sering mengatrol nilai tiap semester dan melakukan ratusan pendekatan untuk anak-anak kelasnya. Sisanya dia benar-benar telah lulus hidup.
Komentar
Posting Komentar